Apa itu Pendidikan Inklusi atau Inklusif?
Menurut Hildegun Olsen (seorang Ahli), pendidikan inklusi harus bisa mengakomodasi semua peserta didik tanpa memandang kondisi intelektual, fisik, sosial-emosional, linguistik, atau kondisi lainnya.
Menurut Staub dan Peck (Ahli), pendidikan inklusi merupakan penempatan anak berkelainan secara penuh di kelas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi V, Inklusi adalah: 1) Ketercakupan; 2) Kegiatan mengajar siswa dengan kebutuhan khusus pada kelas reguler.
Jika dilihat pada pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan inklusi yaitu untuk memberikan -- kesempatan kepada semua peserta didik berkebutuhan khusus untuk dapat mengikuti pendidikan pada sekolah/kelas reguler -- kemudahan akses pendidikan berdasarkan di wilayah dekat tempat tinggalnya.
Pada hakikatnya pendidikan inklusif (bersifat inklusi) harus memberikan hak yang sama pada setiap anak untuk belajar bersama tanpa membedakan mereka dalam keterbatasan yang dimiliki.
Dalam penerapannya di sekolah, pendidikan inklusif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Semua siswa diberikan hak dan kesempatan yang sama dalam belajar
- Guru melibatkan orang tua dalam proses pendidikan guna mewujudkan pembelajaran yang bermakna
- Guru selalu hadir di dekat siswanya dengan sikap yang ramah dan murah senyum
- Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan peserta didik
- Pembelajaran berpusat pada peserta didik
- Pembelajaran yang menyenangkan
- Kurikulum didasarkan pada kebutuhan peserta didik.
Sebagai suatu layanan pendidikan yang memberikan kesempatan pada peserta didik tanpa membedakan mereka, pendidikan inklusif memiliki landasan hukum atau kebijakan. Landasan hukum pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia diantaranya:
- Keputusan Mendikbud RI Nomor 0306/VI/1995
- Keputusan Presiden Nomor 36/1990
- Surat edaran No. 380/G.06/MN/2003 - Dirjen Dikdasmen, Depdiknas - tanggal 20 Januari 2003
- Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003:
- Pasal 4 ayat 1
- Pasal 11 ayat 1
- Pasal 12 ayat 1b
- PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP (Pasal 41)
- Permendiknas No. 70 tahun 2009.
- Komitmen terhadap pelaksanaan pendidikan belum maksimal
- Perguruan tinggi belum berperan aktif dalam implementasi pendidikan inklusi
- Masih terbatasnya pemahaman pada konsep pendidikan inklusif sehingga membuatnya kesulitan untuk dilaksanakan
- Jumlah guru pembimbing khusus jumlahnya terbatas
- SDM di sekolah sebagian besar masih kesulitan dalam memodifikasi kurikulum, maupun assesment akademik dan nonakademik terkait ABK
- Sekolah sebagian besar belum mempunyai ruang layanan khusus
- Sudut pandang sebagian orangtua siswa atau masyarakat terkait pendidikan inklusi yang masih kecil, sehingga menyebabkan sebagian mereka enggan menyekolahkan anaknya dengan siswa pada umumnya.
Di samping beberapa hambatan yang dijelaskan di atas, hambatan implementasi pendidikan inklusi juga muncul di masa pandemi.
Mengutip berita dari laman pgdikmen Kemdikbud tanggal 23 Agustus 2020, implementasi pendidikan inklusi di masa pandemi covid-19 bagi para siswa berkebutuhan khusus menjumpai banyak hambatan mulai dari tertinggalnya informasi mengenai penanggulangan wabah, menjaga kesehatan diri, terbatasnya jaringan internet bagi siswa di pedesaan, dan kebijakan batasan sosial pun menjadi faktor terhambatnya pendidikan inklusi ini.
Namun, Anisa Elok Budiyanti (Pakar dari UNICEF) juga menyampaikan bahwa ada beberapa usaha yang bisa dilaksanakan agar hambatan dalam pendidikan inklusi dapat teratasi.
Anisa menuturkan bahwa perlu adanya identifikasi kesenjangan dan pemetaan penyedia layanan terkait, mengupayakan sumber belajar yang beragam dengan melakukan digitalisasi dan penyempurnaan aksesibilitas dari modul dan repositori materi pembelajaran di era covid-19, pelatihan moda daring terkait strategi pembelajaran berpusat pada peserta didik, dan komunikasi untuk memastikan peserta didik dengan kebutuhan khusus dapat bersekolah kembali.
Referensi: